Benarkah Kita Boleh Membenci Pelaku Dosa?
Mudisaofficial.com-Dalam kehidupan ini, tak ada manusia yang benar-benar bebas dari dosa. Setiap hamba pasti pernah tergelincir dalam kesalahan, baik besar maupun kecil. Di antara mereka ada yang segera menyadari dosanya dan bertaubat, namun tak sedikit pula yang larut dalam kemaksiatan. Melihat hal itu, sebagian kaum Muslimin terkadang mencemooh, merendahkan, bahkan membenci pelaku dosa. Tapi, benarkah sikap seperti itu dibenarkan dalam Islam?
Islam adalah agama kasih sayang. Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menegaskan bahwa “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara” (QS. Al-Hujurat: 10). Maka, sesama saudara seiman sudah seharusnya saling menasihati, saling menolong, dan saling mendoakan dalam kebaikan—bukan saling menjauhkan diri atau menghina.
۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’”
— (QS. Az-Zumar [39]: 53)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. tidak menutup kasih sayang-Nya terhadap pendosa. Sebaliknya, Allah justru memanggil mereka dengan panggilan penuh cinta: “Wahai hamba-hamba-Ku.”
Rasulullah Saw. juga tidak pernah mengajarkan kita untuk membenci pelaku maksiat. Beliau justru mengajak mereka dengan kasih sayang dan kelembutan. Dalam banyak kisah, Rasulullah lebih memilih menasihati daripada menghukum. Sikap beliau menjadi teladan bahwa dakwah yang lembut lebih menyentuh hati daripada celaan dan kebencian.
“Setiap anak Adam sering melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang banyak bertaubat.”
— HR. Ibnu Majah, At-Tirmidzi (Hadis Hasan menurut Al-Albani)
Hadis ini mengingatkan kita bahwa manusia terbaik bukanlah yang tidak pernah berdosa, melainkan yang mau memperbaiki diri. Maka, bagaimana mungkin kita merasa lebih mulia hanya karena dosa kita tidak tampak di mata orang lain?
Sikap Sebagai Seorang Mukmin
Sebagai mukmin, kita seharusnya membenci perbuatan dosanya, bukan pelakunya. Sikap benci diarahkan pada kemaksiatan, bukan pada manusia yang masih berjuang untuk berubah. Bisa jadi, orang yang kita pandang hina hari ini justru kelak menjadi hamba Allah yang lebih baik daripada kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai teman, tetangga, atau saudara yang melakukan kesalahan. Mungkin ada yang lalai salat, berkata kasar, atau berbuat maksiat lainnya.
Namun, respon terbaik bukanlah dengan menjauh atau memandang rendah. Justru, kita perlu mencontoh akhlak Rasulullah Saw, menasihati dengan lembut, mengingatkan dengan empati, dan mendoakan agar Allah membukakan pintu hatinya.
Sikap inilah yang membuat dakwah Islam menyentuh hati banyak orang. Bukan karena kekerasan kata, tetapi karena keindahan akhlak. Islam tidak tumbuh melalui kebencian, melainkan melalui kasih sayang yang mengajak pada perubahan.
Ketika kita melihat orang lain berbuat dosa, seharusnya yang muncul dalam hati adalah doa: “Ya Allah, berilah ia hidayah, dan lindungilah aku dari kesalahan yang sama.” Dengan begitu, hati kita terjaga dari kesombongan, dan empati kita tumbuh sejalan dengan keimanan.(*)
Tugas kita bukan menghakimi, tetapi menjadi penolong dan pengingat. Selama napas masih berhembus, pintu taubat tetap terbuka dan kasih sayang Allah tak pernah tertutup.
Penulis: Ahmad Jauhari, S.Pd
Pengedit: El_Panda